Sebagai
manusia, saya memiliki kelebihan dan kekurangan. Saya memiliki kelebihan yakni dalam
individu dapat memanajemen kehidupan pribadi secara taktis. Dalam sosial, saya
memiliki kelebihan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Dengan jiwa koleris
yang saya miliki, saya dapat mengatur jalannya pengaturan suatu organisasi.
Dalam olahraga, sebenarnya saya memiliki kelebihan di bidang sepak bola dan
voli. Tetapi, seiring minus mata yang makin lama makin bertambah kelebihan ini
semakin tergerus. Kelebihan lainnya yakni perangai humoris yang membuat
teman-teman terhibur dan memiliki kecakapan yang lumayan sehingga memiliki
banyak teman, baik di lingkungan mahasiswa ataupun staff admin yang ada di
fakultas. Masih banyak kelebihan yang tidak saya katakan satu per satu. Semua
kelebihan ini bukanlah kelebihan yang saya miliki seutuhnya karena kelebihan
ini adalah milik-Nya. Berpindah ke sisi sebaliknya yakni kekurangan. Saya
memiliki banyak kekurangan dalam kehidupan saya. Kekurangan saya adalah dengan
sifat koleris yang saya miliki, saya cenderung bersifat kasar terhadap orang
lain. Terkesan memiliki jiwa “boss” yang tak mau untuk diatur dan hanya suka
mengatur. Saya suka menyantaikan suatu hal sehingga terkadang tidak cocok
dengan teman saya yang memiliki sifat rajin. Saya memiliki sifat arogan yang
membuat saya lebih suka menyendiri untuk mengkritisi kehidupan yang saya lalui.
Terkadang, saya cenderung tidak percaya dengan orang lain meskipun itu adalah
teman saya.
Banyak
“wacana” cara yang akan saya lakukan untuk mangatasi kekurangan tersebut. Cara-
cara untuk mengatasinya yakni : melakukan hal-hal terbaik yang sekiranya tidak
ada perdebatan idealis antara saya dan orang lain, Menjadi orang bijak ketika
berhadapan dengan masalah, banyak membaca tentang literasi sosial yang dapat
menunjan pengetahuan saya terhadap perkembangan dunia, dan sering-sering
meminta kepada Allah agar dijadikan manusia yang bermanfaat terhadap semua
orang.
Saya
memiliki pengalaman yang terkesan cukup menarik dalam hidup saya. Selalu dan
selalu satu momen ini terlintas dalam pikiran saya sebagai pemicu semangat
dalam hidup saya. Pengalaman ini adalah pengalaman “nyantri” di pondok. Enam
tahun berkecimpung di dunia pondok menjadikan saya manusia yang “berbeda”
diantara teman-teman lainnya. Gelar “Santri” saya dapatkan dan tidak semua
orang mudah memiliki gelar semacam ini. Tidak dapat saya jelaskan satu persatu
momen-momen apa yang pernah saya lakukan di pesantren karena ada cinta takperlu
saya sembunyikan. Cinta membuat saya untuk membisu menjelaskan semuanya. Bila
saya menjelaskan pengalaman ini, maka saya tidak akan jauh-jauh mengatakan ini
bahwa pengalaman saya adalah “Saya Adalah Santri”.
Semua
orang pasti memiliki cita-cita. Tak lebih saya ada beribu-ribu mimpi yang saya
sandingkan dengan cita-cita. Mimpi dan cita-cita saya adalah menjadi orang yang
bermanfaat, menjadi orang kaya, menjadi orang dermawan, memiliki perusahaan,
memiliki istri sholehah, memiliki perpustakaan besar, memiliki mobil mewah,
menjadi traveler, memiliki kapal pesiar pribadi, memiliki pesawat pribadi,
memiliki beribu-ribu hektar tanah yang hasil panennya saya wakafkan ke jalan
Allah, menjadi orang berpengaruh di dunia, mendapatkan nobel perdamaian,
menjadi penguasa dunia, dan tentunya membahagiakan orang tua. Sebenarnya masih
banyak mimpi-mimpi indah yang saya miliki. Cukup ini saja yang saya tuliskan
karena bisa dikatakan cukup “aneh” bila dipikir-pikir secara realistis. Apabila
berbicara visi, saya memiliki visi yang cukup kompeten dalam hidup saya.
“Menjadi orang yang bermanfaat dan berbeda dari orang-orang biasanya”. Itulah
visi yang sampai saat ini saya pegang sebagai prinsip. Menjadi orang bermanfaat
sudah pasti orang lain akan menuliskan ini dalam visi hidupnya. Tetapi berbeda
pembahasan apabila menambahkan “berbeda dari orang-orang biasanya”. Apakah
hidup ini harus sama satu dengan yang lain? Apa salah dengan menjadi yang
berbeda? Banyak orang memberikan saran dirimu harus begini dan begitu
seakan-akan perspektif kehidupan dia kuasai dan ilmu kejiwaan dia pahami sedalam-dalamnya.
Bagaimana dengan asas kesopanan universal? Bagaimana dengan esensi kehidupan?
Bagaimana dengan moral agama dan budaya yang melekat dalam diri tiap orang?
Maka perlulah visi ini menjelaskan di dalam rantai eksplisit kehidupan. Menjadi
yang berbeda adalah jalan dimana menuju suatu tujuan dengan cara yang lain.
Lebih jelasnya kita tidak melalaui jalan yang sama dengan orang lain. Satu
tujuan berbeda jalan. Sebenarnya, tidak ada substansi yang berbeda dalam hal
ini. Berbeda hanya karena berbeda jalan, bukan tujuan!
Begitu indah bahwa manusia adalah
ciptaan Allah yang merefleksikan sempurnanya Dia. Kita diciptakan Allah dengan
satu penyifatan yang unik pada tiap-tiap insan. Tidak perlu panjang lebar bahwa
manusia adalah satu dengan perbedaan karunia yang diberikan-Nya. Maka, satu
tujuan dengan berbagai jalan yang dilalui membuat hidup ini unik untuk
diselami.
Rencana? Saya terkadang sedikit bingung mengatakan apakah itu
rencana atau sesuatu yang tidak saya rencanakan. Jika saya diberi kesempatan
untuk berpendapat, ada hal yang dilalui dengan rencana sejak awal dan ada yang
dilalui dengan “spontanitas” sekiranya bahasa yang mudah dipahami. Rencana yang
saya munculkan untuk menyelesaikan misi kehidupan ini tidak seratus persen
yakin bahwa misi ini selesai dalam jangka waktu pendek ataupun panjang. Saya
tidak sebegitu yakin. Kata “spontanitas” yang saya selipkan mungkin bisa dibuat
acuan dalam pembahasan rencana. Saya tidak tahu dari mana “spontanitas” ini
muncul beberapa kali dalam sistem saraf otak saya. Suara hatikah? Naluri yang
sudah ada semenjak kecil? Ataukah memang jalan ini yang harus saya tempuh? Atau
mungkin ada faktor “X” yang mengiringi jalan saya? Terlalu kompleks untuk
menyelami ini. Sampai saat ini, saya menelaah bahwa banyaknya rencana yang
dibuat, Tuhanlah yang menghendaki rencana itu. Maka, sebagai makhluk-Nya
perlulah berikhtiar dan berpikir positif dalam kehidupan ini. Apa yang kau
rencanakan ber”positif”lah bahwa Allah mengiringi rencana itu! Bukan meyakini
seratus persen rencana itu berhasil!
Maaf karena terlalu rumitnya pembahasan ini karena saya ingin
mengatakan bahwa saya tidak sebegitu nyaman dengan rencana yang saya buat. Terkadang
satu rencana hanya sebentar saja. Cepat kadaluarsa. Rencana yang saya kemukakan
tidak sebegitu menarik terhadap paradigma dunia.
Tinggallah
rencana yang ada dalam hidup saya. Spontanitas dan berpikir positif!
nuub
BalasHapus