Langsung ke konten utama

Bidak Catur

...

Beberapa perihal yang berkaitan dengan kausalitas kemunduran agama juga -secara terpaksa- membuat umat manusia mengakui kemajuan sains dan teknologi. Sebab-sebab kemunduran yang dialami agama sendiri tidak harus diteruskan hingga terjadi munculnya akibat-akibat kronis. Terlebih, kemajuan sains dan agama juga tidak boleh diganggu oleh agama agar mengikuti pergerakannya.

Secara terpaksa, umat manusia harus perlu tahu seberapa kapasitas antara agama dan sains teknologi. Untuk waktu ini, perlu dihindari oleh kita pembagian kategori yang seimbang antara agama dan sains teknologi. perihal keduanya tidak seperti buah semangka yang dibagi menjadi dua, tetapi dua hal yang sangat tidak seimbang. Pada dasarnya, agama adalah sesuatu yang berhubungan dengan metafisika. Sedangkan sains dan teknologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan dasar kognisi yang sesuai antara kognisi dan objek. Bukan berarti agama tidak sesuai dengan kognisi dan objek, tetapi agama adalah sebuah dogma yang sulit untuk dikritis dengan akal sehingga kognisi tidak dapat berperan penting dalam tatanan kehidupan. Kita bisa bayangkan betapa luas atau tak terbatasnya medan metafisika dibandingkan sains dan teknologi yang sepertinya menjadi induk dari pemikiran umat manusia. Tetapi, abad ini tidak seperti demikian. Yang tercipta adalah bejana emas agama dan bejana fleksibel sains dan pengetahuan.

Bejana emas agama hanya memiliki volume yang satu, tidak dapat mengalami penambahan volume. Sedangkan bejana fleksibel sains dan teknologi mampu mengalami pembengkakan isi sehingga dapat memuat lebih banyak dari pada bejana dengan satu volume. Penjelasan ini bukanlah konsepsi sempitnya agama daripada sains dan teknologi. Seiring berjalannya sejarah, konsepsi yang terlahir dari hasil pemikiran umat manusia merepresentasikan kapasitas agama yang tak terbatas sehingga beberapa dari mereka mulai menggambarkan kapasitas akal pada diri mereka terhadap agama dengan intensitas yang kecil. Daripada membuat dirinya merasa tersiksa dengan akal yang dimilikinya, mereka lebih memilih jalan yang memudahkan mereka untuk bereksplorasi terhadap alam dari pada memperdebatkan metafisika yang penuh imaji. Imaji yang dilahirkan dari kognisi yang saling menjebak antara garis satu dengan garis yang lain. Hingga pada akhirnya, bejana emas agama adalah muatan yang satu, yakni tentang Tuhan. Sains dan teknologi yang meskipun bejananya tidak sebesar milik agama memiliki daya tarik terhadap akal umat manusia untuk mengembangkan bejana tersebut yang pada akhirnya -hanya sebuah gambaran- akan melampaui bejana emas agama.

Sebagai tambahan, bahwa agama lambat untuk bereaksi. Lebih tepatnya bukan agama itu sendiri, tetapi pemuka agama. Dunia media telah muncul pada kurun waktu sebelumnya. Parahnya, umat manusia yang dulunya lebih sering berkonsultasi terhadap permasalahan pribadi karena ingin keluar dari itu semua beralih ke media. Penyebabnya adalah jawaban-jawaban yang dilontarkan oleh pemuka agama tidak begitu menyelesaikan masalah dibandingkan dengan mencurahkan di media dengan harapan manusia yang berpengalaman atau kokoh di bidangnya memberi pencerahan logis dan teranalisis. Kemudian dengan ini mereka mampu melampiaskan kepedihannya agar yakin bahwa tidak hanya dirinya yang mengalami. Perlu diingat kembali bahwa agama dipenuhi dengan pembahasan kitab-kitab lampau. Apakah agama mampu menyelesaikan permasalahan penelitian sains atau teknologi?

Hanya sebuah apriori. Tapi tidakkah itu akan menjadi nyata? Bukankah itu memungkinkan indera yang kita miliki akan merasakan hal yang demikian? Atau itu semua sedang kita rasakan?

Mau tidak mau agama harus menyiapkan rencana yang mapan dan mampu di segala sektor, baik di sektor inteligensi maupun material. Dalam tulisan ini, akan saya sampaikan salah satu titik di mana dalam apriori yang saya gunakan mengelaborasi pemikiran saya sehingga setiap orang dapat memberikan kajian ulang terhadap tulisan saya. Saya harapkan itu akan terjadi.

Sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan dalam memperbaiki kelemahan ini adalah kualitas pemuka agama. Pemuka agama! metafisika adalah ilmu yang benar-benar ada, tetapi dalam praktiknya bahwa setiap orang bebas menyatakan keraguannya mengenai kemungkinan-kemungkinan yang tercipta dalam metafisika. Dan yang perlu diperjelas kembali adalah -agar pembaca yakin- bahwa agama adalah sesuatu yang berada dalam naungan metafisika. Apabila agama mencakup ilmu-ilmu selain dari metafisika, maka tidak akan muncul sebuah pertanyaan yang masih menanyakan konsepsi-konsepsi yang berbau imaji. Tetapi, tampaknya hal itu tidak dapat dihindari pemuka agama sampai detik ini. Sering kali pola pikiran yang tidak sehat oleh pemuka agama membuat apriori absurd sehingga membuat abstraksi dalam kenyataan dari hasil imaji yang dibuatnya. Dan perlulah disadari bahwa lawan dari imaji adalah realitas. Sains dan teknologi bersifat realitas dan umat manusia yang sadar akan kehidupan lebih membutuhkan realitas dari pada imaji karena kehidupan ini adalah realitas! Maka muncul ignis fatuus pada umat manusia terhadap agama sehingga reputasi agama mulai tidak bernilai. Dan sungguh mencengangkan, bahwa pemuka agama masih dapat mengatakan bahwa agama tidak membutuhkan reputasi. Lalu, apakah agama sederajat dengan kotoran pada kaki tikus? Bukan jawaban itu yang meloloskan agama dari keterpurukannya. Maka, kembali lagi pada meluluskan agama dari kemunduran adalah dengan mengembalikan reputasi agama terhadap pengetahuan-pengetahuan realistis (yakni sains dan teknologi). Dari reputasi ini, salah satu yang perlu diperbaiki adalah pemuka agama di mana pemuka agama harus mampu mengetahui posisi agama sebagai disposisi alami dari pikiran manusia dan mampu mengetahui perihal sains dan teknologi sebagai pengetahuan yang bersandingan dengan dogma agama. Tentunya, untuk melakukan kedua hal tersebut dibutuhkan pembaruan organon yang progresif agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenal dan menyelesaikan konflik dari hasil ekspresi sains dan teknologi terhadap agama atau sebaliknya.

    Saya tidak bermaksud untuk merendahkan agama ataupun mereduksi kepentingan umat manusia terhadap substansi agama dalam keyakinan mereka. Tulisan ini hanyalah sebuah catatan renungan bagi pribadi dan pembaca yang mungkin muak dengan berbagai perspektif manusia menyedihkan. Maka ini bukanlah hasil diskursif yang diyakini sebagai risalah. Adakalanya sebagai manusia pun harus mampu mengidentifikasi segmen-segmen peristiwa yang sedang dialaminya. Lebih-lebih manusia pun juga harus menggunakan kemampuan transdental untuk memperhitungkan kejadian yang tidak mampu dirasakan secara inderawi. Kiranya itulah bidak catur yang sedang berjalan di dunia. Baiknya agama sudah menyiapkan langkah selanjutnya sebagai penawar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan Cinta untuk Indah-ku

Izinkan aku tuk menulis ini. Teruntuk kekasihku yang akan menemani hingga akhir. Permata cinta kasihku yang cantik nan mempesona. Indah Nurul Qamariyah. Apakah ada kata yang lebih mempesona selain “Aku mencintaimu”? Mencintaimu seakan menjadi bagian hidupku yang selalu mengiringiku seperti malam bersama hawa dingin. Mencintaimu seakan menjadi pundi-pundi kebahagiaan yang selalu kuinginkan bersama suka duka kehidupan. Dan, mencintaimu akan menjadi jalanku untuk membangun surga bersamamu. Keterbatasanku akan selalu ada. Tetapi, itu tak membuatku berhenti memperbaiki diriku. Aku hanya manusia biasa dengan segala kekurangan. Manusia yang pasti melakukan kesalahan besar maupun sepele. Tapi, suatu saat engkau pasti tahu bahwa kesalahan-kesalahan ini yang akan menjadikan cinta ini menjadi dewasa dan mengantarkan kita pada jalan perjuangan manis yang sempat kita harapkan malam itu. Keyakinanku adalah dengan keterbatasan inilah yang membuat cintaku kepadamu abadi nan manusiawi sebagaimana

Review Buku David and Goliath - Karya Malcolm Gladwell

Judul Buku                : David and Goliath – Ketika si lemah menang melawan raksasa Penulis                       : Malcolm Gladwell Tahun                         : 2013 Jumlah Halaman      : 301 Halaman Genre                          : Self-Improvement Cerita klasik tentang Daud – dalam bahasa inggris David – dan Goliath menjadi pelajaran inti yang dibawakan Gladwell dalam bukunya. Menggambarkan kembali seorang pemuda yang biasa saja dapat mengalahkan seorang raksasa besar nan ditakuti seantero pasukannya. Dari cerita Daud dan Goliath, kita berasumsi bahwa kemenangan tidak berdasarkan kekuatan atau yang baik akan mengalahkan yang jahat. Tidak seperti itu! Nyatanya, pertarungan itu adalah pertarungan dengan cerdiknya strategi. Buku ini tidak menjelaskan tentang kekuatan yang dahsyat tidak menjadi jaminan. Tetapi, bagaimana memanifestasikan kelemahan dan kekuatan yang bersemayam dalam diri kita menjadi keunggulan pada waktu dan kondisi yang tepat. David dan Goliath mengilha

Tak Layak Dicintai

Seperti cerita biasanya Seorang lelaki sepertiku Yang tak layak mendapatkan cinta Yang tak layak dicintai Yang tak layak bahagia dengan cinta Cinta dan benci Dan benci adalah sahabatku Sejak dulu dan hingga kini Barangkali menjadi kekasih masa depan Benci adalah kisah kasihku Benci lebih mengenalku Dan cinta sejak dulu menjauhiku Aku yang lahir dengan kebencian Dan bersemayam bersama kebencian Dan berakhir bersama kebencian Aku adalah kebencian Dan cinta baiknya jauh dariku Hingga Tuhan tahu Aku terlahir untuk dibenci