Langsung ke konten utama

Review Buku "How To Die" by Seneca | Sebuah Panduan Klasik Menjelang Ajal



             Seneca mencoba melepaskan diri kita dari belenggu ketakutan dan kengerian sebuah kematian. Dengan bukunya “How To Die”, Seneca mengajak kita dengan cara-cara klasik – bukan berarti saya mengajak pembaca mencobanya – kematian yang suci dan bebas dari tanggungan apapun. “How To Die” Seneca disampaikan dalam surat-surat yang ditulis dan ditujukan untuk sahabatnya hingga ibunya yang sedih ketika akan ditinggal oleh anaknya. Ditulis ketika ia sedang menderita penyakit suspirium yang pelan-pelan menyiksanya hingga ia merasa sakaratul maut akan menjemputnya. Ihwal-ihwal yang tertulis di dalamnya dimulai dari mempersiapkan diri, menjauhi rasa takut akan kematian, menghindari rasa penyesalan, membebaskan diri, menjadi satu kesatuan dari keutuhan, hingga melakukan semua hal yang pernah kita ucapkan dalam kehidupan.

            “Bersiaplah untuk kematian”. Dengan tegasnya Seneca ingin mendidik kita pentingnya mempelajari cara untuk mati. Melepas dari cengkeraman kehidupan yang membelenggu kebebasan manusia. Perlahan tapi pasti melepas hasrat menginginkan kehidupan lama yang tak berarti. Hingga Seneca pun berkata untuk sahabatnya : “Kita mengira kematian hanya akan tiba sesudah kehidupan, padahal sebenarnya kematian datang sebelum dan sesudahnya. Apa pun yang ada sebelum kita adalah kematian. Apa artinya jika kau mati atau tidak pernah dilahirkan? Keduanya sama-sama tidak berarti kau tidak pernah ada.” Mengapa kita merasa hilang menjelang ajal sedangkan sebelum terlahir pun kita belum terwujud?

            Kematian pasti menjemput kita. Kehidupan dianugerahkan dengan kematian sebagai batasannya. Seneca menulis “Takut akan kematian adalah sebuah ketidakwarasan karena rasa takut hanya untuk sesuatu yang tidak kita yakini. Kematian adalah kepastian yang hanya perlu ditunggu.” Ketakutan membuat kehidupan makin jauh dari realitas. Yang kita butuhkan adalah kehidupan yang cukup, bukan kehidupan yang lama. Bahkan terlalu lama.

            Bukanlah entitas kita dinilai dari durasi hidup kita, melainkan kualitas kehidupan kita. Untuk apa hidup lama tanpa kearifan yang terbentuk dalam diri kita? “Barangsiapa berhasil mencapai tujuan tersebut (yakni kearifan), ia tidak mengakhiri hidupnya pada titik terjauh, tetapi pada titik tertinggi.” Secara tidak langsung, Seneca mengajak kita mempersiapkan kematian kita dengan kebaikan seutuhnya selama berada di Alam ini.

            Bukankah kita menginginkan untuk menjadi seorang bijak? Kematian adalah peringatan yang paripurna untuk seorang bijak. Seorang bijak akan hidup selama seharusnya, bukan selama yang dia mau. Seorang bijak akan memikirkan bagaimana kehidupan yang harus ia jalani, bukan berapa lama yang ia jalani. Seneca menuliskan “Ambillah jalan mana pun yang kelihatan paling baik. Pilihlah bagian mana pun dari dunia ini yang kau mau yang mampu menawarkanmu jalan keluar.”

            Seneca memberikan rangkuman inti dari semua maksudnya. “Seandainya aku harus jatuh, biarkan aku jatuh di tengah kehancuran dunia, bukan karena benar untuk mengharapkan bencana berskala luas, tetapi karena ketika berhadapan dengan kematian, mengetahui bahwa bumi juga fana merupakan penghiburan besar.” Kematian adalah jalan keluar terakhir bagi kita semua.

Berhentilah berharap membelokkan

    takdir para dewa

        dengan doamu

 ~ Vergilia dalam Aeneid 


Ardani, 2022


Komentar

  1. Tidak habis pikir dengan buku ini. Terima kasih banyak atas informasinya!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jangan sepelehkan Sedekah

"Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkainya ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui" QS Al-Baqarah : 261 Dari ayat ini dijelaskan bahwa sedekah dijalan Allah meskipun 1 barang saja akan dilipatgandakan Allah sesuai yang dia kehendaki. Tetapi, banyak orang yang tidak melakukannya karena mereka merasa harta mereka berkurang. Lantas , bagaimana cara meyakinkannya? Berarti, orang yang takut akan hal itu tidak pernah berlatih yang namanya sedekah. seharusnya sejak dini, harus dilatih terus menerus agar saat dewasa tidak takut akan hal namanya sedekah. Dalam surat Al-Baqarah ayat 276 "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa" Dalam ayat ini menjelaskan bahwa jika kita bersedekah, Allah akan men...

Sang Pembeda

Terlalu bosan mengatakan jika manusia adalah makhluk sosial, makhluk berakal, atau apalah arti manusia itu. Sering berdengung hingga merasuk otak kita bahwa sosok perubah dalam kehidupan ada di tangan manusia. Bisa disetujui, tetapi cukup aneh jika itu hanya sebatas karangan untuk membuat kedudukan individu sedikit “terlihat” bermartabat. Jelasnya, terlalu banyak omong kosong. Entah kapan pada saat nenek moyang kita membuat doktrinisasi sebagai cara agar membuat keturunannya menjadi sama seperti dia. Alih-alih jika menjadi lebih sempurna daripada dia, pola pikir yang terproyeksi hanya berbeda beberapa jarak pandang hingga terakumulasi. Apapun itu, hal tersebut membuat perbedaan antara manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Punya akal budi.             Tanpa memandang remeh, penulis tidak bermaksud merendahkan ras nenek moyang. Kendatipun demikian beliau adalah nenek moyang penulis juga. Hargai mereka, maka kita akan tahu bet...

Tulisan Cinta untuk Indah-ku

Izinkan aku tuk menulis ini. Teruntuk kekasihku yang akan menemani hingga akhir. Permata cinta kasihku yang cantik nan mempesona. Indah Nurul Qamariyah. Apakah ada kata yang lebih mempesona selain “Aku mencintaimu”? Mencintaimu seakan menjadi bagian hidupku yang selalu mengiringiku seperti malam bersama hawa dingin. Mencintaimu seakan menjadi pundi-pundi kebahagiaan yang selalu kuinginkan bersama suka duka kehidupan. Dan, mencintaimu akan menjadi jalanku untuk membangun surga bersamamu. Keterbatasanku akan selalu ada. Tetapi, itu tak membuatku berhenti memperbaiki diriku. Aku hanya manusia biasa dengan segala kekurangan. Manusia yang pasti melakukan kesalahan besar maupun sepele. Tapi, suatu saat engkau pasti tahu bahwa kesalahan-kesalahan ini yang akan menjadikan cinta ini menjadi dewasa dan mengantarkan kita pada jalan perjuangan manis yang sempat kita harapkan malam itu. Keyakinanku adalah dengan keterbatasan inilah yang membuat cintaku kepadamu abadi nan manusiawi sebagaimana...