Langsung ke konten utama

Review Buku David and Goliath - Karya Malcolm Gladwell

Judul Buku               : David and Goliath – Ketika si lemah menang melawan raksasa

Penulis                      : Malcolm Gladwell

Tahun                        : 2013

Jumlah Halaman     : 301 Halaman

Genre                         : Self-Improvement

Cerita klasik tentang Daud – dalam bahasa inggris David – dan Goliath menjadi pelajaran inti yang dibawakan Gladwell dalam bukunya. Menggambarkan kembali seorang pemuda yang biasa saja dapat mengalahkan seorang raksasa besar nan ditakuti seantero pasukannya. Dari cerita Daud dan Goliath, kita berasumsi bahwa kemenangan tidak berdasarkan kekuatan atau yang baik akan mengalahkan yang jahat. Tidak seperti itu! Nyatanya, pertarungan itu adalah pertarungan dengan cerdiknya strategi. Buku ini tidak menjelaskan tentang kekuatan yang dahsyat tidak menjadi jaminan. Tetapi, bagaimana memanifestasikan kelemahan dan kekuatan yang bersemayam dalam diri kita menjadi keunggulan pada waktu dan kondisi yang tepat. David dan Goliath mengilhami semua ini.

Tidak ada yang menyangka kalau tim basket yang dibesut seorang ahli teknologi bisa mengungguli tim basket papan atas. Vivek Ranadivé memutuskan untuk menjadi pelatih tim basket putrinya dengan menetapkan dua prinsip. Prinsip pertama tidak ada teriakan untuk pemainnya. Prinsip kedua lebih penting, yakni full-court press. Taktik ala kadarnya dan bermain hanya untuk mencetak poin. Mengapa menggunakan taktik tersebut? Karena Ranadivé tidak tahu tentang basket dan hanya mencoba untuk memanfaatkan pemain yang ia punya. Pada titik tertentu, kemenangan berada di pihaknya ketika melawan tim raksasa dan menggema bahwa kemenangan berada di pihak yang lemah. Orang-orang tidak mengetahui bahwa menjadi underdog perlu strategi yang berat. Tetapi, pada akhirnya mereka membuktikan bahwa Goliath bukanlah raksasa sebagaimana dikira.

Perkiraan kita tentang keunggulan Goliath mungkin masih bersemayam seakan-akan menjadi Goliath adalah solusi unggul di segala ruang. Apakah ukuran kelas yang kecil lebih baik dari pada kelas besar dengan siswa yang membludak? Ataukah pengasuhan anak dengan dana yang terbatas tidak sebaik orang-orang kaya? Gladwell memberikan pemaparan tentang kurva U terbalik. Semua asumsi tersebut hanyalah ketakutan dan keraguan kita tentang dunia. Pada fase awal pengasuhan anak dengan orang tua yang miskin sangat buruk dibanding orang kaya. Tetapi, dengan pertambahan nilai kekayaan yang signifikan, tidak ada jaminan bahwa kurva pengasuhan anak sebanding dengan kekayaan. Justru yang terjadi adalah kejatuhan yang sangat tidak disangka. Kekayaan yang melimpah hanya membuat anak menjadi pribadi yang semena-mena dan tidak tahu aturan. Paling parah adalah menjadi anak yang manja. Ada titik di mana yang kita anggap lebih menjadi tidak berguna dan hanya menjadi petaka bagi kita. Kurva U terbalik bergentayangan dalam hidup kita.

Tahukah tentang “efek ikan besar-kolam kecil”? Gladwell mengisahkan seorang Caroline Sacks yang berkuliah di universitas elite. Universitas bergengsi dengan persaingan sangat ketat di tiap semesternya. Caroline Sacks awalnya adalah siswi unggul di SMA dan kemudian berkuliah di universitas elite. Tetapi, prestasi dan nilai di perkuliahannya tidak seperti waktu di SMA. Di hanya mendapat nilai yang relatif menengah dibanding teman lainnya. Caroline adalah ikan kecil di kolam yang besar. Sedangkan, sampai saat ini instansi dominan mempekerjakan seorang dari lulusan elite. Jika dibandingkan, manakah yang lebih baik antara mahasiswa lulusan universitas elite atau lulusan terbaik universitas medioker? Patutnya kita mempertimbangkan opsi kedua. Kolam yang besar tidak menjamin banyaknya ikan besar.

Adakalanya kesukaran atau kekurangan kita adalah kebaikan untuk kita. Daud yang kecil bukan berarti ia lemah. Ada fakta yang aneh bahwa wiraswasta sukses dipenuhi oleh orang-orang yang mengidap disleksia. Mereka susah untuk memahami yang berkaitan dengan membaca. Susah untuk memahami dengan cepat. Itu adalah kekurangan. Tetapi, mereka tahu cara menjadi jaya meski mengalami kesulitan dan tahu strategi untuk mengimbangi orang di sekelilingnya. Disleksia – dalam keadaan terbaik – memaksa untuk mengembangkan keahlian yang akan mandek pada orang normal dan memaksa untuk melakukan hal-hal yang boleh jadi tak terbayangkan oleh orang normal.

Prinsip yang perlu kita tekankan dalam kehidupan adalah “yang kuat tak sekuat yang dikira – yang lemah pun tak selemah yang dikira”. Seperti pada kasus perkumpulan Le Chambon yang menjadi desa pengungsian – menyelundup – kaum Yahudi untuk berlindung dari kaum Nazi. Pihak Nazi tahu bahwa Le Chambon menjadi oasis bagi kaum Yahudi. Tetapi, bagaimana desa itu tidak runtuh dan kaum Yahudi masih utuh? Jawabannya adalah tidaklah mudah memberantas suatu pergerakan atau bangsa. Mereka tahu apa arti penindasan dan mereka tahu apa yang harus dilakukan.

Kita kiranya mengetahui kejadian ekstrem pengeboman yang terjadi di berbagai belahan dunia. Perang Dunia II adalah peristiwa mengerikan dengan huru-hara kejatuhan bom-bom dari udara. Rakyat Inggris patutnya takut dan gentar akan kejadian tersebut. Tetapi, prediksi itu adalah keliru. Ada kategori orang yang “tidak kena”. Ketika hujan bom menghantui mereka, mereka tidak merasakan serangan-serangan tersebut dan hanya mendengar suara gelegar-gelegar bom yang meledak. Dua tiga kali seperti itu membuat mereka percaya diri dan muncul perasaan girang dan kebal. Tidak kena bom membuat merasa kebal. Orang – orang inilah yang menyimpan kekuatan dahsyat dari kesukaran yang telah terjadi. Dari kelemahan yang ada mampu dikonversi menjadi titik balik kesuksesan yang tak pernah dibayangkan siapa pun.

Dan, David dan Goliath mengajarkan kita bahwa kekuatan dan kelemahan kita adalah manifestasi sebagai manusia untuk mengejar tujuan kita masing-masing.

Selamat membaca!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan Cinta untuk Indah-ku

Izinkan aku tuk menulis ini. Teruntuk kekasihku yang akan menemani hingga akhir. Permata cinta kasihku yang cantik nan mempesona. Indah Nurul Qamariyah. Apakah ada kata yang lebih mempesona selain “Aku mencintaimu”? Mencintaimu seakan menjadi bagian hidupku yang selalu mengiringiku seperti malam bersama hawa dingin. Mencintaimu seakan menjadi pundi-pundi kebahagiaan yang selalu kuinginkan bersama suka duka kehidupan. Dan, mencintaimu akan menjadi jalanku untuk membangun surga bersamamu. Keterbatasanku akan selalu ada. Tetapi, itu tak membuatku berhenti memperbaiki diriku. Aku hanya manusia biasa dengan segala kekurangan. Manusia yang pasti melakukan kesalahan besar maupun sepele. Tapi, suatu saat engkau pasti tahu bahwa kesalahan-kesalahan ini yang akan menjadikan cinta ini menjadi dewasa dan mengantarkan kita pada jalan perjuangan manis yang sempat kita harapkan malam itu. Keyakinanku adalah dengan keterbatasan inilah yang membuat cintaku kepadamu abadi nan manusiawi sebagaimana

Tak Layak Dicintai

Seperti cerita biasanya Seorang lelaki sepertiku Yang tak layak mendapatkan cinta Yang tak layak dicintai Yang tak layak bahagia dengan cinta Cinta dan benci Dan benci adalah sahabatku Sejak dulu dan hingga kini Barangkali menjadi kekasih masa depan Benci adalah kisah kasihku Benci lebih mengenalku Dan cinta sejak dulu menjauhiku Aku yang lahir dengan kebencian Dan bersemayam bersama kebencian Dan berakhir bersama kebencian Aku adalah kebencian Dan cinta baiknya jauh dariku Hingga Tuhan tahu Aku terlahir untuk dibenci