Buku ini tidak membicarakan tentang bagaimana menggambarkan kesuksesan dengan langkah-langkah yang terencana dan besar. Buku ini tidak menggambarkan bagaimana orang-orang besar mendapatkan kesuksesan karena warisan atau genetika. Buku ini menggambarkan sesuatu yang aneh bagi kehidupan kita. Tentang cara sukses karena langkah yang remeh. Hanya langkah yang remeh.
The
Tipping Point memberikan kita sebuah pemahaman bahwa bagaimana suatu
gagasan atau terobosan menjadi tren mode seakan-akan terjadi “ledakan” seperti terjadinya
epidemi virus yang mendadak melonjak tinggi. Terjadi sebuah transisi secara
tiba-tiba dengan menimbulkan efek menukik apabila kita menggambarkan pada
kertas grafik. Tetapi, ledakan itu bukan karena langkah yang terencana. Sekali lagi,
karena langkah yang remeh!
Siapa
yang melahirkan itu semua? Apakah itu terjadi suatu kebetulan? Kita bisa mengatakan
semua kesuksesan itu sebuah kebetulan atau keberuntungan. Tetapi, kedua hal itu
tidak terjadi semata-mata tidak ada faktor. Ada seorang maven di dunia
ini. Sosok yang mungkin kita kenal di dunia kita, tetapi kita tidak sadar bahwa
mereka adalah sosok yang istimewa. Maven adalah orang yang memiliki
seperangkat alat sosial yang langkah. Seorang bijak bestari sejati. Seorang salesman
berbakat.
Malcolm
Gladwell mengenalkan tiga kaidah dalam The Tipping Point bagaimana gagasan
atau terobosan mengalami epidemi seketika sehingga melahirkan
pencapaian-pencapaian yang tidak masuk akal dan membuat haru. Tiga prinsip itu
yakni : The Law of The Few, Stickiness factor, dan The Power
of Context. Karena tiga ini, sesuatu yang remeh membuat ledakan yang tak
pernah kita tahu dan kita rencanakan.
The
Law of The Few menjelaskan bagaimana sosok-sosok yang terpilih memulai
terjadinya ledakan epidemi. Karena sosok yang terpilih, suatu gagasan menjadi
terkenal sehingga masyarakat umum mengikuti sosok tersebut. Ini dapat kita
sebut sebagai bijak bestari, maven, atau salesman. Tidak semua orang
memiliki gaya pikat yang sangat kuat sehingga orang-orang mengikuti gaya orang
tersebut. Orang-orang terpilih ini tidak memiliki gaya pikat kuat karena diam
saja. Mereka adalah orang-orang yang memiliki perangkat sosial langkah yang sudah
ia bangun selama hidupnya. Mulai dari bersosial, mengenyam beberapa pengalaman,
hingga memiliki banyak kenalan. Hanya karena mereka, sepatu klasik pun bisa
menjadi barang trending untuk bulan ini. Dan, mereka yang sedikit
ternyata sukses menciptakan epidemi.
Setelah
bijak bestari berperan dalam kiatnya untuk epidemi, kaidah stickiness factor
menjadi kunci yang kedua. Stickiness factor adalah kaidah bagaimana informasi-informasi
yang disampaikan mengalami kelekatan terhadap masyarakat. Informasi tidak hanya
didengar, tetapi bagaimana itu menggugah seperti serangan-serangan dogma hingga
itu menjadi informasi yang sangat berkesan dan berkualitas. Banyak industri
atau orang-orang memberikan informasi dengan mengeluarkan dana yang besar untuk
sponsor media, menyewa reklame, atau menebar brosur. Tetapi, tidak ada hasil
yang memuaskan. Informasi hanya suara angin yang sedang lalu lalang. Stickiness
factor membuat kita untuk memikirkan langkah-langkah yang kecil membuat
perubahan besar. Menggunakan kotak emas dalam iklan yang unik hingga tokoh
fiksi hewan adalah dua kasus penentu untuk menciptakan stickiness factor.
The
Power of Context adalah kaidah ketiga untuk terjadinya epidemi ledakan
tiba-tiba. Siapa yang tidak menyangka ternyata membersihkan gerbong kereta yang
kotor tiap harinya ternyata membuat tindakan kriminal dalam suatu negara
mengalami penurunan? Siapa yang menyangka bahwa jumlah anggota dalam tim yang sangat
melimpah ternyata membuat suatu perusahaan gagal untuk maju dan berkembang? The
Power of Context memproyeksikan bagaimana dirinya menjadi sangat penting
ketika konteks yang sangat remeh seperti membersihkan gerbong kereta orang membuat
berandal untuk malas mengotori gerbong kembali dan jumlah anggota yang tidak
melebihi 150 membuat anggota tim mampu mengenal kekurangan dan kelebihan tiap
anggota. Semua konteks yang remeh pun ternyata tanpa disadari menjadi tolak
ukur bagaimana kesuksesan dapat diraih. Kita hanya perlu melakukan trial and
error untuk mengetahui konteks-konteks yang ternyata membuat perubahan besar
dalam gagasan kita. Siapa tahu karena Anda menyapa orang-orang di kota membuat kesuksesan
menghampiri Anda? Kita tidak pernah tahu dan itu akan datang secara tiba-tiba
tanpa kita sadari.
Adapun
studi kasus bahwa karena satu orang pernah melakukan bunuh diri ternyata
membuat angka bunuh diri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gara-gara
seorang pemuda melakukan bunuh diri karena diusir oleh ayahnya, banyak dari
pemuda-pemuda melakukan bunuh diri karena bentuk perlawanan terhadap kejadian-kejadian
buruk yang menimpa mereka. Entah karena patah hati, dimarahi oleh orang tuanya,
atau kejadian sepele seperti melakukan kesalahan dalam permainan. Tragisnya, bunuh
diri menjadi barang coba-coba di kalangan muda. Seketika mereka mati, realitanya
mereka tidak ingin mati. Ada efek The Law of The Few dari seorang
pemuda, stickiness factor dari kejadian bunuh diri itu sendiri, dan The
Power of Context dari kejadian perlawanan pemuda itu terhadap ayahnya.
Hingga
pada akhirnya, kita harus menyadari bahwa kekuatan-kekuatan kecil membuat
perubahan besar pada keputusan kehidupan kita. Dan The Tipping Point
hadir untuk menjadikan kita insan yang mampu mengubah sebuah kemustahilan
menjadi mungkin karena perubahan-perubahan kecil yang kita buat dan kita
ungkit.
Komentar
Posting Komentar