Sudah beberapa
kurun waktu ilmu pengetahuan selalu menunjukkan tajinya di hadapan manusia,
baik yang berpengetahuan, bermoral, berdedikasi, ataupun lawan dari semuanya.
Ilmu pengetahuan menunjukkan kehebatannya dengan muncul secara mengalir
seakan-akan sesuatu yang berhadapan dengannya adalah suatu musuh besar yang
lamban tetapi memiliki kekuatan melebihi dirinya. Dalam konteks ini, ilmu
pengetahuan tidak menunjukkan dirinya sebagai sesuatu yang lemah ataupun
terbelakang. Tetapi, hal ini adalah sebuah misi yang masih akan dipecahkan
olehnya menurut apa yang akan dialami dirinya.
Adakala ilmu
pengetahuan disebut-sebut sebagai alat penyelesaian berbagai masalah. Baik
masalah pribadi, hubungan dengan orang lain, pendidikan, pekerjaan, dan jalan
kehidupan yang dilalui. Barangkali ilmu pengetahuan berdiri dalam menyelesaikan
masalahnya sendiri, itu adalah hal yang menarik dan seru karena permasalahannya
akan selalu mengangkat nilai-nilai eksistensi intelektual terhadap manusia.
Seperti contoh ilmu sains kedokteran mempermasalahkan tentang metodenya yang
kolot dan aneh sehingga ilmu sains kedokteran ini akan memberikan kajian dan
nilai-nilai yang pantas untuk menyelesaikan hal ini agar menjadi sesuatu yang
bernilai dan bereksistensi tinggi. Pada intinya, ilmu pengetahuan akan selalu
berkembang dan diperbarui.
Ilmu
pengetahuan tidak pernah menampakkan kesalahannya seperti aib-aib yang sering
diterbangkan oleh pihak tak bertanggungjawab. Tetapi sering kali ilmu
pengetahuan ini oleh manusia sering termanipulasi dalam pikiran sehingga
menjadikan ilmu pengetahuan ini digunakan untuk kajian pada masa yang kurang
tepat. Banyak kasus-kasus yang telah lahir karena ini sehingga melontarkan
pribadi manusia menjadi merasa bersalah akan keterlibatan perkembangan dalam
kehidupannya. Perlu diperjelas bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah mengalami
kemunduran sekalipun, tetapi yang perlu kita telaah adalah kita sendiri sebagai
orang yang belum siap menerima aliran eksistensi ilmu pengetahuan ini. Dan
tidak pernah terbuang dalam pandangan bahwa manusia akan selalu belajar, meski
tidak secepat pembelajaran ilmu pengetahuan.
Kasus ini
sering kita jumpai dalam lingkungan keluarga -karena ini adalah awal pembelajaran
manusia- di mana seorang orang tua memberikan warisan pengetahuannya kepada
anaknya. Sebelum orang tua memutuskan untuk berkeluarga, mereka mempunyai jalan
masing-masing di mana mereka mempertaruhkan diri mereka pada alam untuk belajar
dan bertahan untuk hidup. Mereka menciptakan suatu alam pikiran pada diri
mereka sehingga terciptalah ilmu pengetahuan sejati untuk pegangan kehidupan
yang berlaku hingga ajal menjemputnya. Pada penciptaan alam pikiran ini, ilmu
pemikiran ini condong bersifat intervensi pribadi. Dengan cara-cara yang mereka
gunakan dalam belajar dan bertahan hidup, beberapa orang membuat-cepat atau
lambat- kesimpulan pada permasalahan tertentu sehingga itu dapat dijadikan
metode pedoman dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan. Apa pun itu,
caranya adalah yang terbaik dan manjur dalam kehidupan untuk sementara waktu.
Kemudian setelah mereka menemukan pasangan mereka -tentunya sebelumnya dengan pertemuan
untuk pembentukan komitmen dari pemahaman-pemahaman kehidupan masing-masing
pribadi- mereka berusaha menciptakan satu kesatuan ilmu pengetahuan yang telah
mereka dapat agar dapat membentuk tujuan yang indah. Tak lama mereka akan
memiliki anak-anak yang siap mereka cekoki dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang
mereka miliki dari hasil penciptaan sebelum mereka berkeluarga. Masa ini
merupakan masa yang cukup adil karena penguasaan ilmu pengetahuan akan
dipertaruhkan di fase ini.
Pewarisan ini
memiliki dampak yang besar bagi intervensi yang akan dimiliki anak dimasa
mendatang. Dari pernyataan ini tidak ada yang patut diperdebatkan karena ini
adalah realitas objektif fundamental bagi manusia. Tetapi, yang perlu
diperdebatkan adalah pemahaman-pemahaman intervensi yang telah dibentuk oleh
tiap orang tua tidak selamanya pantas digunakan untuk anak. Tidak selamanya
metode-metode yang telah dipatenkan oleh orang tua akan berlaku seperti halnya
air yang selalu basah. Dan tidak selamanya pengetahuan yang mereka miliki
adalah ilmu pengetahuan dengan kebenaran paripurna. Kita menyinggung sedikit
tentang pandangan Sofisme bahwa tidak ada kebenaran yang mencapai titik
absolut. Dan pandangan ini kemudian disempurnakan oleh Aristoteles bahwa hanya kebenaran
ilahi yang ada di puncak. Dan kemudian terlahir berbagai ilmu pengetahuan
dengan berbagai intervensi dan dasar-dasar lainnya yang menciptakan
jaring-jaring pengetahuan yang relevan dan selalu berkembang. Membahas tentang
pemahaman berkeluarga ini, ada banyak sebab di mana ini adalah sebuah kejadian
fatal apabila tidak dihindari.
Mengetahui hal
yang telah dijelaskan, pemahaman apa yang sudah dihibahkan orang tua kepada
anaknya? Apakah sudah relevan dengan kronologi hari ini? Apakah orang tua sudah
memantaskan dirinya menjadi contoh paripurna bagi anaknya?
Karena
pengetahuan selalu lebih maju daripada diri manusia sendiri, manusia harus
lebih berjuang untuk menambah kapasitas dan kualitas pemikiran. Sangat mustahil
bagi manusia untuk mendiamkan pemikirannya sehingga pemikiran itu membatasi
dirinya menjadi sesuatu yang tidak bernilai. Lebih-lebih menciptakan interval
antara pengetahuan dan kemampuan berpikir. Dan lebih tidak relevan lagi adalah
pembelajaran untuk dirinya adalah pembelajaran terhadap dirinya sendiri seperti
perkataan Homer “aku belajar hanya dari diriku sendiri”. Meskipun buku alam
jagad ini sangat luas, tidak menutup kepastian bahwa pembelajaran yang dilalui
orang lain - khususnya yang lebih luas kontribusinya dalam pengembangan ilmu –
juga punya pandangan untuk memahami buku alam jagad tersebut. Bukankah Tuhan menciptakan
banyak otak di bumi ini?
Secara aktual
dapat dikatakan bahwa orang tua harus memahami itu semua. Ketika kapasitas
pemahaman orang tua terbatas pada pengetahuan terbelakang, akibat terburuk
ketika semua itu diajarkan pada anak adalah pembentukan karakter yang usang dan
keilmuan yang banyak tidak berguna. Karakter yang usang akan melahirkan anak
dengan sifat terbelakang dan keilmuan yang tidak berguna melahirkan sifat
pemahaman yang keras kepala. Tidak wajar apabila orang tua memaksakan anaknya
menjadi seperti apa yang telah dilalui mereka padahal pemikiran yang ada di
depan adalah pemikiran yang sudah lebih maju ketimbang waktu sebelumnya. Apakah
masih berlaku sistem “persamaan” pemahaman antara orang tua dan anak?
Untuk meluncur
ke dalam stigma pemikiran orang tua, anak akan merasa bahwa pemikiran yang
dibawa oleh orang tua adalah pemikiran yang rasional dan benar, baik pemikiran
yang dianggap benar ataupun salah. Sang anak akan menyusun kerangka pikir
dengan melihat pemikiran orang tua sebagai referensi sehingga sesuatu yang
fundamental dalam pikirannya akan terbentuk hingga menjadi acuannya dalam
permasalahan hidup. Pemikiran yang telah dibentuknya akan membentuk penguatan
efek pada entitas dirinya sehingga sesuatu yang tercipta pada dirinya adalah
suatu replika gabungan dari kedua orang tuanya. Tetapi, permasalahannya adalah
anak tidak tahu bahwa kebenaran dan kesalahan yang mereka susun ataupun yang
masih misteri adalah sesuatu yang masih dapat diperhitungkan. Maka jangan
berharap untuk melahirkan manusia-manusia bermanfaat karena hari ini tidak
diperlukan manusia dengan pemahaman semacam itu.
Dapat dikatakan
bahwa egoisme seorang manusia lebih sering muncul ketika pikiran mulai surut
daya kritisasi. Orang tua lebih mengedepankan egonya untuk mengembangkan pola
pikirnya sehingga yang terlahir adalah anak “zaman tua”. Anak menjadi individu
terbenam di kalangan anak-anak berinteligensi rasa modern. Patutkah menyalakan
pengetahuan? Tidak. Sebuah kesalahan telah dilahirkan kaum manusia yang
tersegel dalam pola pemikirannya sendiri.
Jika seseorang
memiliki pemikiran yang menunjukkan bahwa pengetahuan melahirkan suatu
ketidakadilan, maka patutnya untuk memberikan rasa kasihan kepada pemikirannya,
bukan orangnya. Pengetahuan tidak akan pernah menyerah ketika ada geseran
sedikit pun, meski itu dari manusia berwatak keras anti-pengetahuan. Apakah
sebagai orang tua harus menyatakan sikapnya untuk anti-pengetahuan? Untuk pergi
ke kutub, Anda tidak perlu berpikir untuk berpakaian seperti halnya orang
berlalu lalang di kota, tetapi Anda akan mengembangkan pikiran Anda untuk
mengkritisi lingkungan maupun bukti empiris bagaimana hidup di kutub tersebut.
Manakala anak
tersebut telah menjadi dewasa dan menjadi orang tua, dia tidak diharuskan
melakukan perulangan eksistensinya terhadap anaknya, kecuali dia tidak ingin
memiliki keturunan sebagai tanda menyerah untuk era ke depan. Dia harus
mengembangkan kapasitas maupun kualitas pengetahuannya untuk melahirkan anak
tersebut menjadi anak yang pantas menerima tantangan eranya. Apabila dia tidak
melakukan demikian, terdapat dua kemungkinan yang terjadi: dia sama-sama
terbelakangnya dengan anaknya atau dia akan dibodohi atau tidak pantas
berdiskusi menyelesaikan permasalahan di hadapan anaknya -karena anaknya lebih berpengetahuan
yang kekinian-.
Seperti halnya
ilmu filsafat, sains, sosial, maupun teknologi selalu melahirkan sesuatu yang
tidak hanya baru, tetapi memberikan nilai makna pada tiap pemaknaan yang
dilahirkan manusia. Tentu saja manusia harusnya juga menaikkan tarafnya untuk
berhadapan dengan pengetahuan-pengetahuan tersebut agar pengetahuan-pengetahuan
tersebut tidak menjadi sebuah ancaman bagi kaum manusia.
Barangkali alam
menjelaskan bahwa dari waktu ke waktu orang tua makin lama makin tidak mengenal
anaknya seperti kertas tidak tahu akan pohon asal ia diciptakan.
Baccarat: How to play with friends, family and friends
BalasHapusTo 바카라 learn more about Baccarat and try out the rules, visit us 메리트 카지노 고객센터 and play for free. You can 메리트카지노 find your Baccarat tables at our online casino at